Berabad-abad yang lalu sebelum bangsa-bangsa Eropa datang dan menjajah Indonesia, bangsa Tionghoa sudah terlebih dahulu datang. Pada awalnya mereka hanya membuka peluang perdagangan, namun sebagian dari mereka akhirnya ada yang menetap dan tinggal sebagai warga negara Indonesia.


Kelenteng Kwan Sing Bio,( sponbob, Mei 2008 )



Bangsa Tionghoa banyak membawa pengaruh kepada masyarakat setempat. Beberapa diantaranya adalah kebudayaan, adat istiadat dan agama. Bukti-bukti ini dapat dilihat dari beberapa peninggalan mereka yang hampir tersebar diseluruh wilayah nusantara.

Salah satu peninggalan tersebut ada di daerah Tuban yang berupa klenteng. Klenteng yang menghadap ke laut ini dikenal dengan nama Klenteng "Kwan Sing Bio".

Klenteng ini diperkirakan telah berumur lebih dari ratusan tahun, didirikan pada tahun 1928.Tempat peribadatan ini banyak dikunjungi tidak hanya oleh umat yang ada di dalam negeri tetapi juga umat dari negara tetangga yaitu Malaysia, Singapura dan Thailand.

Klenteng ini sangat mudah di kunjungi karena terletak di jalan utama (jalur Surabaya-Semarang) dan semua angkutan kota pasti melewatinya.

Pondok Pesantren (Ponpes) Perut Bumi Al Maghrobi termasuk aneh. Selain bertempat di goa bawah tanah –bekas tempat pembuangan sampah– ponpes di Jl Gedungombo, Kabupaten Tuban, ini juga telah menyembuhkan puluhan pecandu narkoba dan membuat insyaf sejumlah pelaku kejahatan.

Tatkala panas matahari menyengat permukaan bumi, Senin (13/4) siang, suasana dalam Ponpes Perut Bumi Al Maghori tetap terasa sejuk seperti pagi hari. Di salah satu aula pondok yang dibangun di bawah tanah seluas 1,5 hektare itu berkumpul para santri dan Kiai Subhan Mubarokh.

Kiai Subhan adalah pendiri dan pengasuh ponpes ‘aneh’ ini. Dia biasanya sibuk dengan rutinitas melayani ribuan jamaah yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air untuk melakukan istighosah di ponpes, setiap Sabtu dan Minggu

Sejak dibangun pada tahun 2002 silam, ponpes tersebut terus berkembang. Bukan hanya masyarakat dan para petinggi Jatim maupun nasional saja yang sering bertandang ke pondok dengan bangunan tujuh tingkat di bawah tanah ini, sejumlah orang penting dari negara lain juga. Misalnya, para pejabat dari Australia, Mesir, Irak, Kuait, dan Yaman.

Selain bangunannya unik, santri-santri yang menuntut ilmu di Ponpes Perut Bumi Al Maghori juga tergolong luar biasa. Antara lain, para mantan pecandu narkoba, perampok, pencuri, bajing loncat, pembunuh, dan pemabuk. Penampilan mereka pun tak seperti para santri ponpes pada umumnya. Di ponpes ini, tubuh sebagian besar santri penuh tato.

Berawal dari rasa bersalah, dan kesadaran yang timbul pada diri mereka, para pelaku kejahatan itu memilih jalan tobat dengan cara nyantri di pondok tersebut untuk mendapatkan bimbingan agama. Terbukti, sudah puluhan santri sembuh dengan sentuhan Islami ala Ponpes Perut Bumi Al Maghori.
Kini tinggal 10 santri yang berada di ponpes tersebut. Salah satunya adalah Fadilah, 28, pemuda asal Purbalingga, Jateng, yang sudah 18 bulan menjadi santri.

Kepada Surya, lelaki bertubuh ceking penuh tato ini mengaku sebelumnya merupakan salah satu orang yang dicari polisi lantaran berbagai kejahatan jalanan dan kebiasan mengkonsumsi narkoba. Sebelum ke ponpes, dia juga mengaku setiap malam bermimpi aneh-aneh, termasuk tentang kiamat.
“Setelah itu saya ingin taubat dan ada teman yang menunjukkan pondok ini,” terang lelaki berkacamata tersebut.

Sejak nyantri kepada Kiai Subhan, dia mengaku hidup lebih tenang. Tidak ada lagi bayang-bayang dosa yang terus menyelimuti setiap malam seperti saat masih berada di jalanan.

Fadilah adalah satu dari puluhan penjahat dan pecandu narkoba yang berhasil sembuh di Ponpes Perut Bumi Al Maghori. Bagaimana cara dia sembuh? Menurut Kiai Subhan, semua santri diwajibkan bangun setiap pagi pukul 03.00 WIB kemudian mengikuti istighosah sampai waktu subuh.
Setelah itu, dilanjutkan dengan wirid dan mengaji sampai pagi. “Pas pagi, sekitar pukul 06.00 WIB, untuk semua santri sudah disediakan mie dan kopi untuk sarapan bersama,” katanya.

***
Kiai Subhan menceritakan, sejak ponpes dibangun, dirinya tidak pernah meminta sumbangan kepada siapapun. Bahkan, akunya, setiap santri tidak dipungut biaya tetapi justru mendapat jatah makan senilai Rp 10 ribu setiap hari.

“Tempat ini dulunya lokasi pembuangan sampah. Alhamdulillah, meski pembangunannya membutuhkan uang sangat banyak –mengingat sebagian besar bahan dari marmer– kami tidak pernah meminta bantuan. Kami sangat bersyukur setiap tahun bisa dua kali memberi santunan kepada keluarga kurang mampu diwilayah sekitar,” ujar kiai kelahiran Lamongan ini.

Mengenai para santri yang mondok di sana, Kiai Subhan mengaku tidak pernah membedakan atau membatasi orang yang mau mendalami islam. Meskipun bekas penjahat atau bekas pecandu, kalau benar-benar ingin bertobat pasti dia terima.

Demikian halnya dengan para warga di Tuban, Kiai Subhan tidak pernah membedakan. Setiap bertemu orang yang sedang menggelar acara minum tuak, misalnya, dia tak segan memberi mereka uang. “Semua sama saja. Kita sama-sama manusia, jadi harus saling menghargai,” ujarnya.

Bagaimana dengan tempat kegiatan di Ponpes Perut Bumi Al Maghori? Menurut Kiai Subhan, untuk kegiatan rutin para santri menggunakan aula pondok. Tetapi, jika ada ratusan atau bahkan ribuan tamu datang dari berbagai daerah —biasanya naik puluhan bus– maka istighosah dilaksanakan di masjid dalam ponpes yang di tengahnya terdapat bangunan seperti ka’bah.

“Kalau dilihat dari luar memang terlihat sangat kecil, seperti hanya untuk jalan keluar-masuk saja, tapi di dalam lokasinya sangat luas. Teruma di masjid dan sekitar ‘ka’bah’,” sambungnya sambil menunjukkan bangunan serbamarmer di bawah tanah itu.

Kiai Subhan juga bicara mengenai kericuhan di depan pondok yang melibatkan anaknya, Briptu Zuhroni Ahmad (bukan Sahroni seperti ditulis sebelumnya, Red), anggota Polres Surabaya Utara yang meletuskan tembakan gara-gara kisruh dengan warga sekitar. Dia menyerahkan sepenuhnya masalah itu kepada proses hukum.

“Saya yakin anak saya tidak bersalah. Dia sedang membela bapaknya dan membela santrinya,” kata Subhan.

Seperti diberitakan, Sabtu (11/4) sekitar pukul 21.30 WIB Zuhroni berkelahi dengan warga sehingga meletuskan tembakan ke sebuah botol. Pemicunya, seorang santri melapor melihat ada supir bus pembawa rombongan jemaat dimintai uang oleh warga yang mabuk. Kasus Briptu Zuhroni sekarang masih ditangani pihak Provost Polres Surabaya Utara.


Alun-alun merupakan identitas kota Tuban dimasa lampau. Dari kehadiran alun-alun serta bangunan yang ada disekitarnya, kita bisa melihat kembali sejarah masa lalu kotanya. Pengaruh kerajaan kuno Hindu Jawa (alun-alun, kantor Kabupaten), pengaruh jaringan perdagangan Asia (kelenteng dan Pecinan), pengaruh jaringan perdagangan Asia lainnya dengan masuknya agama Islam (mesjid dan makam Sunan Bonang), serta pengaruh birokrasi kolonial (kantor pengadilan, penjara, kantor pos dsb.nya), semuanya merupakan bukti perjalanan sejarah kotanya dimasa lampau. Sebagai sebuah kota pelabuhan kuno di pesisir Utara Jawa, Tuban pernah mengalami pasang surut. Pada abad ke 15, kota ini pernah menjadi salah satu pelabuhan penting kerajaan Majapahit. Tapi pada abad ke 17, kotanya mengalami keterpurukan akibat pelabuhan nya yang mengalami pendangkalan serta invasi kerajaan Mataram. Pada masa kolonial, Tuban menjadi sebuah kota Kabupaten kecil yang kurang berarti. Tapi alun-alun Tuban ( salah satu alun-alun yang terluas di Jawa) tetap berdiri sebagai sisa-sisa kemegahan kotanya dimasa lampau. Pada awal abad ke 21, kota ini berusaha bangkit dengan penataan kembali daerah alun-alun sebagai pusat kota dan sekaligus juga jati diri kotanya.


Alun-alun merupakan identitas kota Tuban dimasa lampau. Dari kehadiran alun-alun serta bangunan yang ada disekitarnya, kita bisa melihat kembali sejarah masa lalu kotanya. Pengaruh kerajaan kuno Hindu Jawa (alun-alun, kantor Kabupaten), pengaruh jaringan perdagangan Asia (kelenteng dan Pecinan), pengaruh jaringan perdagangan Asia lainnya dengan masuknya agama Islam (mesjid dan makam Sunan Bonang), serta pengaruh birokrasi kolonial (kantor pengadilan, penjara, kantor pos dsb.nya), semuanya merupakan bukti perjalanan sejarah kotanya dimasa lampau. Sebagai sebuah kota pelabuhan kuno di pesisir Utara Jawa, Tuban pernah mengalami pasang surut. Pada abad ke 15, kota ini pernah menjadi salah satu pelabuhan penting kerajaan Majapahit. Tapi pada abad ke 17, kotanya mengalami keterpurukan akibat pelabuhan nya yang mengalami pendangkalan serta invasi kerajaan Mataram. Pada masa kolonial, Tuban menjadi sebuah kota Kabupaten kecil yang kurang berarti. Tapi alun-alun Tuban ( salah satu alun-alun yang terluas di Jawa) tetap berdiri sebagai sisa-sisa kemegahan kotanya dimasa lampau. Pada awal abad ke 21, kota ini berusaha bangkit dengan penataan kembali daerah alun-alun sebagai pusat kota dan sekaligus juga jati diri kotanya.


Apabila anda berjalan-jalan di alun- alun kota tuban, pasti anda akan melihat sebuah bangunan besar nan megah,yang bertengger di sebelah barat alun- alun kota tuban,..
Yup bener banget, itulah masjid Agung kabupaten Tuban.
masjid yang didirikan pada waktu pemerintahan Raden Tumenggung Koessoemodigdo (Bupati Tuban ke XXXV)ini memiliki berjuta keindahan wisata religi.dengan gaya ala 1001 malam masjid ini dapat membuat kagum para wisatawan yang berkunjung di kota tuban.
masjid agung tuban pertama kali dibangun pada tahun 1894,yang dahulu bernama masjid jami,Arsitek mesjid Jami tersebut ialah H.M.Toxopeus20. yang berkebangsaan Belanda.
masjid yang letaknya tidak jauh dari makam sunan bonang ini memiliki keindahan yang tak kalah oleh masjid- masjid terkenal di penjuru nusantara ini, bahkan sampai masjid nabawi low,..hehe
dengan ornamen yang begitu indah, polesan yang begitu detail,tembok yang penuh ukiran membuat masjid ini menjadi salah satu masjid termegah di Jawa timur.
apabila anda melihat pada bagian atas masjid ini anda akan dikagumkan oleh kubah yang sangat indah yang menjadikan masjid ini terbilang seperti masjidnya ali baba.
masjid agung tuban juga merupakan salah satu peniggalan sejarah kota tuban,banyak ajaran- ajaran islam yang disebarkan oleh sunan bonang pada kota tuban oleh masjid ini.
perenovasian masjid ini pada tahun 2000 membuat tuban semakin indah akan wisatanya.
apabila anda sedang berkunjung di kabupaten tuban sangatlah tidak lengkap apabila belum mengunjungi masjid yang satu ini.

Masjid Agung Tuban,..
"subhanallah",....


Objek wisata alam berupa pemandian air hangat ini terletak di tengah hutan jati, di Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban. Karena itulah, pemandangan yang disuguhkan sangatlah menakjubkan. Apalagi jika hutan jati tersebut sedang menampakkan keasriannya pada musim hujan.
Di area belakang pemandian, terdapat kebun binatang mini dan sebuah kawasan untuk perkemahan. Jika cuaca sedang mendukung, akan benar-benar terasa keindahan alam di sana. Hutan jati yang asri, dan hembusan angin yang sepoi-sepoi, membuat objek wisata ini pantas untuk dijadikan objek wisata keluarga. Atau terkadang, dapat juga digunakan untuk pembinaan Pramuka atau kegiatan organisasi lainnya.
Pemandian air hangat Prataan ini masih dikelola secara mandiri oleh Perhutani. Dulunya, dikelola oleh Kesatuan Pemangku Hutan (KPH), tetapi dua tahun terakhir ini telah dipindahtangankan kepada Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) setempat. Selama 2 tahun itu pula, PAD yang diperoleh mengalami kenaikan sebesar 13% setiap tahunnya.
Pertama kali, sumber air panas ditemukan oleh warga di tengah hutan yang berada di dusun Prataan, desa Wukiharjo, pada tahun 1966. Dan mulai dibuka untuk umum pada tahun 1990-an. Air panas yang keluar di kawasan ini berasal dari Gunung Kendeng, dan muncul pada 3 titik. Tetapi, yang dipergunakan secara maksimal hanyalah 1 titik. Karena kedua sumber yang lain, masing-masing terlalu panas dan terlalu jauh untuk dijangkau. Di sini terdapat juga sumber air dingin (biasa) yang terletak 1,5 km dari sumber air panas utama.
Air panas yang keluar memang mengandung belerang dengan kadar tinggi, sehingga dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit kulit. Tetapi, karena kadar belerang yang tinggi itu pula, muncullah bau tidak sedap yang menyengat dari belerang, yang terkadang membuat pengunjung menjadi pusing.
Di objek wisata alam ini, pengunjung dapat bersantai, sambil berendam di air hangat. Air hangat dari sumbernya langsung dialirkan ke bilik-bilik yang tersedia. Setiap bilik sudah dilengkapi dengan pancuran, dan bak untuk berendam. Tetapi, jika ingin berendam di sini, harus mematuhi peraturan yang ada, yaitu: tidak boleh berperut kosong, tidak dianjurkan untuk penderita penyakit asma dan jantung, tidak boleh berendam berdua (berlawanan jenis), dan batas waktu maksimal yang diberikan adalah 15 menit. Hal-hal tersebut dilakukan demi kebaikan pengunjung, agar tidak menimbulkan efek-efek negatif.
Uniknya lagi, di kawasan pemandian air hangat Prataan ini, selalu diadakan ritual manganan (makan-makan: Jawa) setiap hari Rabu Pahing, setelah Bulan Suro (dalam kalender Jawa) untuk mensyukuri panen yang berlimpah di desa tersebut.


Mata air dan kolam renang di bawah pepohonan rindang di selatan kota tuak bagi orang yang pernah menghirup udara Tuban pasti mengenalnya..itulah SENDANG BEKTIHARJO.Ini juga merupakan salah satu unggulan tempat wisata bagi pemkab Tuban.Berbagai fasilitas telah di bangun di tempat ini. Mulai dari area parkir , los pedagang , area bermain , rumah makan , sampai kolam renang khusus anak-anak pun telah tersedia.Dengan tiket masuk antara Rp.1000,- s/d Rp. 2000,- kita sudah bisa menikmati keindahan kenyamanan dan keasrian telaga atau sendang bektiharjo ini.

Tempat ini selalu mengingatkan kita saat project TPPI berlangsung.Berkumpul di base camp maulana malik ibrahim, para bujang meluncur ke bekti untuk mencari pencerahan dan penyegaran badan.Raut muka bercahaya mata berbinar sambil menebar pesona sesampainya di pemandian adalah hal biasa yang kita lakukan ( maklum njomblo,red ).Apalagi hari minggu atau saat anak anak SMUNSA latihan renang hemh..suatu hal yang tak terlupakan untuk mengingat kebersaman dan kekelurgaan T-lab .Pura pura belajar renang , sambil menyelam kita meluncur dan saat menyembul tepat di tengah kerumunan cewek cewk itu ahh..suueeger !! airnya ( hush..!! haram..,red ). Tempat ini juga cocok untuk arena rekreasi keluarga ,tetapi harap hati hati bagi yang mempunyai anak kecil khususnya yang minum susu memakai botol dot. Saya pernah berlari lari mengejar monyet yang tiba tiba “menjambret” botol susu yang dipegang Akhdan. Tahu dikejar Si Monyet langsung naik ke pohon dan teriak kegirangan karena mendapat jarahan special susu BMT morinaga beserta botol nya..aaajiippp man..!!! Tapi lepas dari itu semua ,pemandian bektiharjo adalah salah satu dinamika kota Tuban yang tak mungkin terlupakan.Disamping sebagai tempat wisata, mata air bektiharjo juga di manfaatkan PDAM Tuban sebagi salah satu sumber air untuk konsumsi masyarakat Tuban.Walaupun tanpa treatment terlebih dahulu air tersebut langsung dialirkan kerumah rumah masyarakat Tuban. Mungkin bagi orang awam itu tidak masalah , tapi bagi kita yang tahu ilmu kimia air dengan kandungan kapur setinggi itu..ogah untuk diminum.Tapi disinilah letak keadilan ALLAH SWT , toh orang Tuban gak ada yang sakit gara gara minum air tersebut , mungkin karena mereka tak kuat beli air mineral / isi ulang seperti kita maka mereka di beri kekebalan alami oleh ALLAH.

Silahkan bagi yang masih penasaran dan kangen dengan suasana pemandian BEKTIHARJO , meluncurlah setiap saat kesana.Dari perempatan kapur Tuban ke arah selatan kurang lebih 7km anda akan menemukan eksotika nuansa alami pemandian BEKTIHARJO.Tempat yang akan kita ingat sepanjang masa ,disinilah aku pernah menapakkan kaki , menapakkan kaki di bumi RONGGOLAWE


Gua ini terletak di pusat keramaian kota, tepatnya dibawah paar baru tuban dengan pintu masuk disebelah timur pasar baru tuban. Bagi anda yang sudah menyempatkan diri berziarah di makam mbah Sunan Bonang, akan rugi kalau anda tidak menyempatkan diri juga mengunjungi tempat ini, karena jarak goa ini dengan parkiran bus mbah sunan mbonang hanya berjarak ± 50m, tidak akan membuat tubuh capek bukan?. Dengan merogoh kocek Rp 2500,- anda sudah bisa menikmati keindahannya,mulai dari stalagmite dan stalagtit yang berupa batuan yang sudah menghitam. Disamping itu goa ini masihmenunjukkan keasliannya dengan adanya kelelawar – kelelawar yang beterbangan.


Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh Maulana Makhdum Ibrahim. Putra Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila. Ada yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah putri Prabu Kertabumi ada pula yang berkata bahwa Dewi Condrowati adalah putri angkat Adipati Tuban yang sudah beragama Islam yaitu Ario Tejo.

Sebagai seorang Wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama se Tanah Jawa ,tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi.

Sejak kecil, Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin . Sudah bukan rahasia lagi bahwa latihan atau riadha para Wali itu lebih berat dari pada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon Wali yang besar , maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin . Disebutkan dari berbagai literature bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam hingga ke Tanah seberang ,yaitu Negeri Pasai . Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai .Seperti ulama ahli tasawuf yang berasal dari Bagdad, Mesir , Arab dan Persi atau Iran. Sesudah belajar di Negeri Pasai, Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang keJawa. Raden Paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri .

Sedang Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah diTuban. Dalam berdakwa Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang.

Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya . Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak maka timbullah suaranya yang merdu ditelinga penduduk setempat . Lebih –lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang Wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi para pendengarnya . Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang, pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarkannya . Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang – tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim.

Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran.Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran Islam kepada mereka.

Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam.Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan.

Diantara tembang yang terkenal ialah :

“Tamba ati iku sak warnane,

Maca Qur’an angen-angen sak maknane,

Kaping pindho shalat sunah lakonona,

Kaping telu wong kang saleh kancanana,

Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe,

Kaping lima dzikir wengi ingkang suwe,

Sopo wongé bisa ngelakoni, Insya Allah Gusti Allah nyemba dani.

Artinya :

Obat sakit jiwa ( hati ) itu ada lima jenisnya.

Pertama membaca Al-Qur’an dengan artinya,

Kedua mengerjakan shalat malam ( sunnah Tahajjud ),

Ketiga sering bersahabat dengan orang saleh ( berilmu ),

Keempat harus sering berprihatin ( berpuasa ),

Kelima sering berdzikir mengingat Allah di waktu malam,

Siapa saja mampu mengerjakannya, Insya Allah Tuhan Allah mengabulkan.

Hingga sekarang lagi ini sering dilantunkan para santri ketika hendak shalat jama’ah, baik di pedesaan maupun dipesantren. Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang. Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk .Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda . (Nederland )


Pada masa hidupnya, Sunan Bonang termasuk penyokong kerajaan Islam Demak, dan ikut membantu mendirikan Masjid Agung Demak. Oleh masyarakat Demak ketika itu, ia dikenal sebagai pemimpin bala tentara Demak. Dialah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak.

Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan Bonang pula yang mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang. Nasihat yang berharga diberikan pula pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi Majapahit. Selain itu, Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang memuaskan banyak orang, melalui sidang-sidang ''pengadilan'' yang dipimpinnya.

Misalnya dalam kisah pengadilan atas diri Syekh Siti Jenar, alias Syekh Lemah Abang. Lokasi ''pengadilan'' itu sendiri punya dua versi. Satu versi mengatakan, sidang itu dilakukan di Masjid Agung Kasepuhan, Cirebon. Tapi, versi lain menyebutkan, sidang itu diselenggarakan di Masjid Agung Demak. Sunan Bonang juga berperan dalam pengangkatan Raden Patah.

Dalam menyiarkan ajaran Islam, Sunan Bonang mengandalkan sejumlah kitab, antara lain Ihya Ulumuddin dari al-Ghazali, dan Al-Anthaki dari Dawud al-Anthaki. Juga tulisan Abu Yzid Al-Busthami dan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Ajaran Sunang Bonang, menurut disertasi JGH Gunning dan disertasi BJO Schrieke, memuat tiga tiang agama: tasawuf, ussuludin, dan fikih.

Ajaran tasawuf, misalnya, menurut versi Sunan Bonang menjadi penting karena menunjukkan bagaimana orang Islam menjalani kehidupan dengan kesungguhan dan kecintaannya kepada Allah. Para penganut Islam harus menjalankan, misalnya, salat, berpuasa, dan membayar zakat. Selain itu, manusia harus menjauhi tiga musuh utama: dunia, hawa nafsu, dan setan.

Untuk menghindari ketiga ''musuh'' itu, manusia dianjurkan jangan banyak bicara, bersikap rendah hati, tidak mudah putus asa, dan bersyukur atas nikmat Allah. Sebaliknya, orang harus menjauhi sikap dengki, sombong, serakah, serta gila pangkat dan kehormatan. Menurut Gunning dan Schrieke, naskah ajaran Sunan Bonang merupakan naskah Wali Songo yang relatif lebih lengkap.

Ajaran wali yang lain tak ditemukan naskahnya, dan kalaupun ada, tak begitu lengkap. Di situ disebutkan pula bahwa ajaran Sunan Bonang berasal dari ajaran Syekh Jumadil Kubro, ayahanda Maulana Malik Ibrahim, yang menurunkan ajaran kepada Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria.

Dikisahkan beliau pernah menaklukkan seorang pemimpin perampok dan anak buahnya hanya mempergunakan tambang dan gending. Dharma dan irama Mocopa,t Begitu gending ditabuh Kebondanu dan anak buahnya tidak mampu bergerak, seluruh persendian mereka seperti dilolosi dari tempatnya. Sehingga gagallah mereka melaksanakan niat jahatnya.

“Ampun ………. hentikanlah bunyi gamelan itu, kami tidak kuat !” Demikian rintih Kebondanu dan anak buahnya.

“Gending yang kami bunyikan sebenarnya tidak berpengaruh buruk terhadap kalian jika saja hati kalian tidak buruk dan jahat.”

“Ya, kami menyerah, kami tobat !Kami tidak akan melakukan perbuatan jahat lagi, tapi ………. “ Kebondanu ragu meneruskan ucapannya.

“Kenapa Kebondanu, teruskan ucapanmu !” ujar Sunan Bonang.

“Mungkinkah Tuhan mengampuni dosa-dosa kami yang sudah tak terhitung lagi banyaknya,” kata Kebondanu dengan ragu. “Kami sudah sering merampok, membunuh dan melakukan tindak kejahatan lainnya.”

“Pintu tobat selalu terbuka bagi siapa saja,” kata Sunan Bonang. “Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun dan Penerima tobat.”

“Walau dosa kami setinggi gunung ?” Tanya Kebondanu.

“Ya, walau dosamu setinggi gunung dan sebanyak pasir dilaut.”

Akhirnya Kebondanu benar-benar bertobat dan menjadi murid Sunan Bonang yang setia. Demikian pula anak buahnya. Pada suatu ketika juga ada seorang Brahmana sakti dari India yang berlayar ke Tuban. Tujuannya hendak mengadu kesaktian dan berdebat tentang masalah keagamaan dengan Sunan Bonang. Namun ketika ia berlayar menuju Tuban, perahunya terbalik dihantam badai. Walaupun ia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri kitab-kitab referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat dengan Sunan Bonang telah tenggelam ke dasar laut. Di tepi pantai mereka melihat seorang lelaki berjubah putih sedang berjalan sembari membawa tongkat. Mereka menghentikan lelaki itu dan menyapanya. Lelaki berjubah putih itu menghentikan langkah dan menancapkan tongkatnya ke pasir.

“Saya datang dari India hendak mencari seorang ulama besar bernama Sunan Bonang.”kata sang Brahmana.

“Untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang?” tanya lelaki itu .

“Akan saya ajak berdebat tentang masalah keagamaan ,kata sang Brahmana .”Tapi sayang kitab –kitab yang saya bawa telah tenggelam kedasar laut .”

Tanpa banyak bicara lelaki itu mencabut tongkatnya yang menancap dipasir ,mendadak tersemburlah air dari lubang tongkat itu, membawa keluar semua kitab yang dibawa sang Brahmana.

“Itukah kitab-kitab Tuan yang tenggelam kedasar laut?”Tanya lelaki itu.

Sang Brahmana dan pengikutnya memeriksa kitab-kitab itu. Ternyata benar miliknya sendiri. Berdebarlah hati sang Brahmana sembari menduga-duga siapa sebenarnya lelaki berjubah putih itu.

“Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini?”tanya sang Brahmana

“Tuan berada dipantai Tuban !”jawab lelaki itu .Serta merta Brahmana dan para pengikutnya menjatuhkan diri berlutut dihadapan lelaki itu .Mereka sudah dapat mendiga pastilah lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang sendiri.

Siapalagi orang sakti berilmu tinggi yang berada dikota Tuban selain Sunan Bonang .Sang Brahmana tidak jadi melaksanakan niatnya menantang Sunan Bonang untuk adu kesaktian dan mendebat masalah keagamaan, malah kemudian ia berguru kepada Sunan Bonang dan menjadi pengikut Sunan Bonang yang setia.

Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean, pada 1525. Saat akan dimakamkan, ada perebutan antara warga Bawean dan warga Bonang, Tuban. Warga Bawean ingin Sunan Bonang dimakamkan di pulau mereka, karena sang Sunan sempat berdakwah di pulau utara Jawa itu. Tetapi, warga Tuban tidak mau terima. Pada malam setelah kematiannya, sejumlah murid dari Bonang mengendap ke Bawean, ''mencuri'' jenazah sang Sunan.

Esoknya, dilakukanlah pemakaman. Anehnya, jenazah Sunan Bonang tetap ada, baik di Bonang maupun di Bawean! Karena itu, sampai sekarang, makam Sunan Bonang ada di dua tempat. Satu di Pulau Bawean, dan satunya lagi di sebelah barat Masjid Agung Tuban, Desa Kutareja, Tuban. Kini kuburan itu dikitari tembok dengan tiga lapis halaman. Setiap halaman dibatasi tembok berpintu gerbang.

Adalagi legenda aneh tentang Sunan Bonang .

Sewaktu beliau wafat, jenasahnya hendak dibawa ke Surabaya untuk dimakamkan disamping Sunan Ampel yaitu ayahandanya .Tetapi kapal yang digunakan mengangkut jenazahnya tidak bisa bergerak sehingga terpaksa jenazahnya Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu disebelah barat Masjid Jami ’Tuban.


Kabupaten Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya berada di kota Tuban. Luasnya adalah 1.904,70 km² dan panjang pantai mencapai 65 km.

Kota Tuban memiliki asal usul dalam beberapa versi yaitu yang pertama disebut sebagai TUBAN yang berarti waTU tiBAN (batu yang jatuh dari langit) yaitu batu pusaka yang dibawa oleh sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan dinamakan Tuban. Adapun versi yang kedua yaitu berarti meTU BANyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Pertama Tuban yang membuka Hutan Papringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan anehnya sumur tersebut dekat sekali dengan pantai tapi airnya sangat tawar. Ada juga versi ketiga yaitu TUBAN berasal dari kata ‘Tubo’ atau Racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban yaitu Jenu.

Pemerintahan Kabupaten Tuban ada sejak tahun 1293 atau sejak pemerintahan Kerajaan Majapahit. Pusat pemerintahannya dulu adalah di Desa Prunggahan Kulon kecamatan Semanding dan kota Tuban yang sekarang dulunya adalah Pelabuhan karena dulu Tuban merupakan armada Laut yang sangat kuat. Asal nama Tuban sudah ada sejak pemerintahan Bupati Pertama yakni Raden Dandang Wacana. Namun, pencetusan tanggal harijadi Tuban berdasarkan peringatan diangkatnya Raden Haryo Ronggolawe pada 12 November 1293. Tuban dulunya adalah tempat yang paling penting dalam masa Kerajaan Majapahit karena memiliki armada laut yang sangat kuat.

Perjuangan masyarakat Tuban dalam melawan penjajah sangatlah gigih. Dengan bersenjatakan Bambu Runcing, mereka melawan penjajah. Namun, strategi masyarakat Tuban adalah dengan menggunakan Tuak, maksudnya, Penjajah disuguhi minuman memabukkan tersebut. Ketika mereka sudah tidak sadarkan diri, mereka menyerang dan menghancurkan pos dan benteng pertahanan penjajah. Seiring kemajuan zaman, Tuban sekarang tidak sepenting dulu. Tuban sekarang sudah mulai dilupakan oleh masyarakat Indonesia, padahal Tuban mengandung nilai sejarah tinggi dan besar peran serta perjuangan masyarakat Tuban dalam melawan penjajah itu sudah mulai luntur dalam dunia pemerintahan Indonesia saat ini.